Di suatu siang hari
terlihat seorang nenek berulang kali menekan tombol sebuah rice cooker, tetapi
rice cooker itu tetap tidak mau menyala. Lalu nenek ini berjalan tergopoh-gopoh dari dapur ke kamarnya. Di dalam
kamar nenek langsung merapikan rambutnya yang sudah memutih dan mengganti baju.
Setelah semua kancing bajunya terkancing, si nenek
kembali membukanya lagi. Ternyata kancing bajunya tidak terkancing sesuai
urutan, sehingga terkadang sisi baju yang sebelah kiri menjadi lebih tinggi
dari yang kanan. Atau kancing yang sebelah kanan melampaui 2 urutan dari yang
sebelah kiri. Nenek bahkan harus mengulanginya beberapa kali sampai
berkeringat, baru akhirnya semua bisa terkancing rapi sesuai urutannya. Setelah
itu nenek berjalan keluar dari kamar.
Saat nenek melintasi ruang tamu, cucu perempuannya
yang berumur 16 tahun sedang menonton TV. Terheran melihat neneknya berpakaian
rapi, lalu bertanya, “Nenek mau kemana, bukannya tadi nenek sedang masak
didapur?” Nenek kemudian menjelaskan kalau ia tadinya memang mau memasak, tapi
entah kenapa rice cookernya tidak mau menyala, dan sekarang nenek mau keluar
sebentar membeli makanan.
Dengan wajah cemberut, cucunya meminta agar nenek
cepat pulang karena ia sudah mulai lapar. “Iya, nenek akan cepat pulang. Kamu
tunggu nenek sebentar yah...” Kata neneknya dengan tersenyum, supaya wajah
cucunya tidak merengut lagi. Nenek pun berjalan keluar rumah, menunggu bus yang
lewat, lalu naik bus ke pusat penjualan makanan.
Beberapa saat setelah nenek keluar rumah, cucunya
berjalan ke dapur mencari cemilan untuk sekedar mengganjal perut. Tak sengaja
dia melihat steker rice cooker yang belum dicolok. Cucunya pun tersenyum geli
melihat sikap pelupa neneknya seperti orang yang sudah pikun saja.
Sesampai di pusat penjualan makanan, nenek membeli
nasi ayam kesukaan cucunya. Setelah selesai membayar dan hendak pulang, langkah
nenek tiba-tiba terhenti persis di pintu keluar. Kepalanya menoleh ke kiri dan
ke kanan, bola matanya membesar, raut mukanya berubah tampak kebingungan. Semua
bangunan dan jalanan yang ada di depannya terlihat berbeda dan asing.
Nenek terdiam membisu sejenak. Dan akhirnya
menyadari kalau ia lupa arah jalan pulang ke rumah.
Lantas dengan sigap, nenek melambaikan tangannya
sambil berjalan menghampiri seorang pemuda yang melintas di depannya. Meminta
bantuan kepada pemuda itu agar mau membawanya pulang. “Nak, Nak, tolong
antarkan nenek pulang...” Kata nenek.
“Maaf, Nek. Saya sedang terburu-buru.” Tolak pemuda
tadi.
Kemudian nenek menghampiri seorang wanita paruh
baya. Sama dengan pemuda tadi, wanita ini juga tidak bisa mengantarkan nenek
pulang karena akan menjemput anak-anaknya. Nenek tidak berhenti. Kali ini
dengan gesit ia berjalan ke arah seorang bapak-bapak untuk meminta tolong.
“Pak, Pak, tolong antarkan saya pulang. Cucu saya sedang menunggu saya pulang
membawa makanan. Dia pasti sudah lapar sekarang.” Kata nenek dengan wajah
terlihat sedih.
“Rumah Nenek dimana, yuk saya antar.” Jawab bapak
ini.
“Emm... mm... saya.., saya tidak ingat dimana.”
Kata nenek dengan terbata-bata. “Tapi tolong antarkan saya pulang, Pak.
Pokoknya antarkan saja saya pulang.” Nenek memohon. Bapak ini juga tidak bisa
menolong karena nenek sudah pikun dan sama sekali tidak ingat dimana rumahnya.
Mata nenek tampak berkaca-kaca, air matanya hampir jatuh membasahi pipi.
Berulang kali nenek terus meminta tolong kepada
setiap orang yang ditemuinya untuk diantarkan pulang. Ada yang menolak dan ada
juga yang bersedia... tapi siapa pun yang mau menolong tetap saja tidak bisa
mengantarkan nenek. Wajah nenek tampak sangat sedih. Tanpa di sadari air mata
nenek mengalir di pipinya. Teringat cucunya menahan lapar, sedang menunggunya
pulang membawa makanan.
Nenek tetap terus berjalan sambil meminta tolong,
dan sesekali mencoba mencari jalan pulang sendiri. Tanpa berhenti untuk
beristirahat. Rambut putihnya yang tadinya tersisir rapi dan diikat ke
belakang, sekarang mulai berantakan dan tidak karuan. Kedua tangannya terus
mendekap nasi ayam yang dibelinya tadi siang agar tetap hangat. Seluruh wajah
dan bajunya telah basah oleh keringat. Langkahnya juga sudah mulai melambat
karena kakinya terasa sakit dan kelelahan.
Hingga hari mulai gelap, nenek masih saja terus
berjalan, berusaha bisa sampai ke rumah meskipun dari wajahnya terlihat jelas
sekali kalau nenek sudah sangat kelelahan...
Pada waktu yang bersamaan, dirumah nenek, sepasang
suami istri baru pulang. Mereka adalah orang tua dari cucu nenek. Si ibu
melihat anaknya yang sedang ngemil sambil menonton TV. Lalu bertanya, “Kok kamu
ngemil, apa nenek belum selesai masak?” Putrinya menjelaskan, kalau nenek tidak
jadi masak hari ini dan sudah sejak tadi siang pergi ke pusat penjualan makanan
tapi masih belum pulang sampai sekarang.
“Apa! Nenek belum pulang dari tadi siang?!” Kata
ayahnya dengan wajah terkejut bercampur khawatir. Belum sempat anaknya berkata
apapun, kedua suami istri ini langsung pergi lagi. Bermaksud mencari nenek!
Anaknya kaget melihat kedua orang tuanya tiba-tiba menjadi panik dan langsung
pergi lagi. Setelah beberapa saat dia baru sadar, kalau nenek bukan pelupa,
tapi sudah pikun, dan nenek pasti sedang tersesat sekarang. Segera, dia pun
mengikuti kedua orang tuanya pergi mencari nenek.
Ketiganya berkeliling di tengah keramaian kota,
berusaha menemukan nenek. Dan kemudian, kedua suami istri ini mendengar bunyi
klakson mobil bersahut-sahutan. Keduanya segera berlari ke arah bunyi klakson
tersebut. Sesampainya disana mereka melihat nenek berdiri terbengong di tengah
jalan menghalangi laju mobil-mobil. Lalu keduanya menarik tangan nenek dan
menuntunnya ke tepi jalan. “Apa yang Ibu lakukan di tengah jalan seperti ini.
Ibu membuat kita jadi tontonan semua orang...” Bentak putranya.
“Pak, Pak, tolong antarkan saya pulang, cucu saya
sekarang pasti sudah sangat lapar. Kasihan cucu saya, dia belum makan dari
siang. Tolong Pak...” Karena di bentak, nenek semakin linglung dan tidak ingat
dengan putra maupun menantunya sendiri. “Bu! Saya ini anakmu sendiri!” Teriak
putranya lagi. Kemudian nenek berpaling ke arah menantunya, “Nyonya, tolong
antarkan saya pulang, cucu saya sedang menunggu saya pulang bawa makanan.”
Nenek memelas sambil menangis.
Mendengar nenek memelas seperti itu ditambah dengan
melihat kondisi tubuh nenek yang sedemikian sangat lelahnya. Hati keduanya
terasa sangat pilu sekali. Tak kuasa menahan air mata, menantunya menjadi ikut
menangis. Menangis dengan teramat sedih. Menyadari betapa besarnya cinta dan
kasih sayang nenek kepada cucunya, yang tak lain adalah putri mereka sendiri.
Tiba-tiba... dari kejauhan, sayup-sayup terdengar
suara cucunya memanggil, “Nenek, Nenek...” Nenek menoleh ke belakang, mencari
asal suara cucunya. Ternyata benar, cucunya berada tidak jauh dari sana.
Dibalik keremangan lampu jalan, cucunya berlari ke arah nenek. Senang melihat
cucunya berada disana, nenek pun berjalan ke arah cucunya dengan tertatih-tatih.
Walaupun terlihat nenek tersenyum sangat senang, namun masih tampak sangat
jelas kecapekan dibalik senyumannya itu.
Cucunya langsung memeluk nenek. “Nenek maafkan
saya, Nenek tidak apa-apa?” Kata cucunya dengan meneteskan air mata. “Iya,
Nenek tidak apa-apa. Ini nenek sudah belikan nasi ayam kesukaan kamu, ayo
makan. Kamu pasti sudah lapar sekali. Kasihan cucu nenek harus kelaparan sampai
malam.” Kata nenek sambil membuka bungkus nasi lalu di suapkan ke mulut
cucunya. Cucunya terus menangis. “Nenek maafkan saya, maafkan saya, nek.”
Cucunya terus berulang-ulang meminta maaf sambil menangis...
“Tolong maafkan nenek yah, kamu jadi harus
kelaparan menunggu nenek terlalu lama.” Mendengar nenek berkata demikian, dan
melihat kondisi nenek yang begitu kesakitan juga kelelahan. Air mata cucunya
semakin deras mengalir. Putra dan menantu nenek yang melihat kejadian ini, juga
menitikkan air mata. Lalu keduanya berjalan mendekati nenek dan memeluk nenek
dari belakang. “Ibu, kami semua sangat mencintaimu.”
Sahabat yang terkasih,
Kisah ini disampaikan kepada saya dan Anda untuk
membuka hati dan mata kita akan betapa besarnya cinta kasih orang tua dalam
mengurus serta membesarkan anak-anaknya. Ketika orang tua kita sudah renta dan
tidak lagi mampu mengurus dirinya sendiri, sebagai anak, sudah sepatutnya kita
juga mengasihi, merawat dan memperhatikan mereka sama persis dengan yang telah
mereka lakukan kepada kita.
Dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa
hormat, maukah Anda berbaik hati untuk ikut serta bersama saya dalam meneruskan
pesan kisah cinta kasih ini dengan “Tag/Share & Broadcast” kepada semua
teman-teman dan anggota keluarga? Karena dengan kita berbuat demikian serta
menganjurkan orang lain turut melakukan suatu mahakarya kebajikan untuk lebih peduli
kepada orang tua dan akan membawa berkah rahmat terbesar dalam hidup kita di
dunia ini.
Terima Kasih telah menyempatkan waktu untuk membaca
kisah ini dan terima Kasih telah berbagi hati mulia Anda untuk semua orang tua
di dunia ini.
sumber : facebook
0 komentar:
Post a Comment